Sabtu, 09 November 2013

Secuil Cinta Di Masa Lalu

Akhirnya ngepost jugaaakkk..
HAPPY READING!!!


Lembar demi lembar sebuah novel tenlit aku baca. Disinilah aku, di sebuah taman Fakultas Ekonomi yang sangat sejuk dan luas. Entah mengapa, dari SMP aku sangat tertarik membaca novel tenlit dibandingkan novel terjemahan atau yang lainnya. Mungkin novel tenlit disajikan dengan bahasa remaja dan penyelesaian masalah yang tidak terlalu berbelit belit. Dirumah, sudah ada sekitar 1 rak buku penuh berisi novel tenlit. Orang tuaku tidak pernah complain atau marah-marah ketika aku mempunyai novel sebanyak itu. Mereka menganggapnya wajar, karena aku tetap bisa mempertahankan nilaiku walaupun hampir setiap minggunya aku beli novel baru.

Aku tutup novelku ketika samar-samar aku mendengar suara memanggilku. Ku atur kembali letak kaca mata minusku yang lumayan tebal ini. “Kenapa za?” Terlihat Ziza sedang kebingungan membawa setumpuk kertas, yang menurutku lebih mirip kertas bekas. “Ih sebel. Masa iya aku suruh bawa-bawa ginian sama dosen kutu kupret itu.” Tiba-tiba wajah Ziza memerah,entah menahan malu atau marah. Aku terkekeh pelan melihat perubahan mimic wajah Ziza. “Trus mau diapain za? Dijual?”

“Mana aku tau.” Ziza segera meletakkan setumpuk kertas itu di bawah kursi yang kududuki tadi. “Baca novel tenlit lagi? Apa sih bagusnya?” Sambung Ziza. Kembali aku menengok kea rah Ziza. “Bagusnya? Gue gak tau. Tapi menurut gue ceritanya itu simple, tapi asyik Za.” Kudapati Ziza melenggos. “Ampun deh Sa..! Serah lo.”

“Eh ya Sa, elo tau gak kalau itu si Adit dia putus sama Rara..”
“Enggak, gak penting jugakan gue tau.”
“Ahh elo Sa!” Kesal Ziza dengan mengeluarkan jurus terampuhnya yaitu mengerucutkan bibir seksinya agar aku kembali bersimpatik. “Itu Cuma masa lalu Za.”

0.0.0.0.0

Tahun ini aku menginjakkan kaki dikelas baruku. Entah apa yang dipikirkan guru-guru SMAku sehingga terjadi rolling murid. Sebenernya ada untungnya juga rolling murid, aku bisa sekelas dengan sahabat SMPku dulu yaitu Ziza. Dia gadis manis, cerewet dengan rambut sebahu. Tapi, ruginya juga ada. Sekarang aku sekelas dengan murid yang bisa dibilang terkeren, ter-cool seSMA ini. Aku mengakuinya kalo dia itu ganteng, keren dan cool. Cuma menurutku dia terlalu ganjen dan suka cari perhatian. Walaupun tak kupungkiri aku juga jatuh hati padanya. Namun apa mungkin gadis lugu,cupu dan bisa dibilang kuper kaya aku bisa dekat dengan dia? Ah, kenalan saja belum tentu bisa.

“Woee Sa! Lisa!” Aku melenggos, kudapati Ziza sedang duduk sendirian di bangku pojok kiri depan. Mungkin bangku disebelahnya sengaja dikosongi untukku. Dengan semangat empat lima aku melangkah menuju Ziza. Tapi ‘Degg..’ Cowok itu duduk dibangku belakang Ziza? Astagaa.. bagaimana ini. Kupejamkan mataku lalu menarik nafas dalam dalam, pelan pelan aku mulai membuangnya dan membuka mata. Huh.. semoga tidak terjadi apa-apa.

0.0.0.0.0

Semenjak kejadian cowok –kemarin- duduk dibangku belakang Ziza, aku merasa ada yang aneh dengan dirinya. Seringkali kudapati dia sedang melirikku dengan tatapan yang sulit diartikan. Atau, mungkin aku yang gr kali yah..

Kubuka novel terbaruku, yang kemarin sore baru kubeli dengan Ziza di gramedia. Dilembar pertama, aku juga mendapatkan Tanda Tangan Asli dari pengarangnya ‘Wow’. Kemarin memang peluncuran pertama novel ini dan dengan susah payah aku merayu Ziza untuk mengantarkanku di gramedia.

Dia habis basket dan menuju ke arahku. Ralat, maksudnya bangku di belakang Ziza alias bangku belakangku. Buru-buru ku alihkan pandanganku kea rah novel baruku. Tidak mungkinkan kalau aku terus memandanginya, bisa-bisa tengsin. Dari sudut ekor mataku aku mengangkapnya sedang melihatku. Oh melihatku? Degg jantung ini bekerja lagi, malah lebih cepat. Seandainya saja Ziza tidak ke kantin dan meninggalkanku sendiri dikelas, pasti rasa gugupku bisa berkurang walaupun sedikit.

“Baca apa Sa?” Mataku melotot. Dia menyapaku? Eh, maksudku dia bertanya padaku? Astagaaa.. “Eng.. gak kok. Baca novel aja.” Jawabku sedikit gugup.
“Gak bosen apa baca novel mulu? Lain kali olahraga gitu biar sehat.” Ucapnya lagi.
“Hahaha iya iya.. lagian ini juga udah olaraga. Olahraga otak.” Entah apa yang baru saja ku ucapkan. Kata-kata itu keluar saja dari mulut. “Ati-ati tuh mata, entar kaca mata lo tambah tebel.” Ucapnya lagi yang kemudian meninggalkanku, tapi lebih tepatnya meninggalkan kelas. Sumpah baru kali ini dia bertanya dulu kepadaku dan aku… menjawabnya. Bahagianya aku tuhan..

Besoknya kelasku disibukkan lagi dengan tugas Karya Tulis  Ilmiah Bahasa Indonesia yang selalu rumit. Disana –depan kelas- guruku, Bu Arum sedang menjelaskan bagaimana membuat Karya Tulis Ilmiah  yang baik dan benar. Beliau sudah menentukan tema dari pembuatan KTI (Karya Tulis Ilmiah) tersebut, yaitu tentang ‘Dampak Globalisasi Pada Remaja Indonesia’. Beliau menyuruh kami berkelompok dengan anggota 1 kelompok 2 orang yang akan diacak dengan lotere. Begitu aku mendapatkan kertas lotere itu, aku segera membukanya dan aku mendapatkan nomor 5. Ah nomor 5, padahal aku ingin sekali mendapatkan nomor 11 agar bisa satu kelomopok dengan Ziza. Dibelakangku ada yang menepuk kanan bahuku, refleks aku menoleh. Ternyata dia yang menepuk bahuku. “Nomer 5 ya Sa?”

Aku mengangguk kecil dan dia tersenyum puas kearahku. Saking binggungnya aku menaikkan salah satu alisku. “Gue juga dapet nomor 5. Kita satu kelompok.” OMGGGGG rasanya ingin aku terbang ke langit. Hah? Aku satu kelompok dengan dia? Ini bukan mimpikan?

“Kenapa Sa?” Dia bertanya lagi kepadaku.
“Enggak kok. Emm.. kerja kelompoknya kapan? Dimana?”
“Dirumahmu aja Sa? Bisa gak?”
“Emm.. Bisa Sih. Kapan?
“Besok lusa. Sore-sore gitu aja.”
“Oke. Eh, tapi kamu emang udah tau rumahku apa?”
“SMSin alamatnya aja. Kamu punya nomer hape ku gak?”
“Enggak.”
“Sini’in Hapemu.” Mulailah si cowok tadi mengetikkan 12 angka di Hape kesayanganku itu. Nggak nyangka banget, kalo dia yang nulis sendiri nomor hapenya ke hapeku. Duhh rasanya pengin terbang kelangit.
“Nih udah, udah aku miscall juga ke hape ku kok.”

0.0.0.0.0

Sore ini dia bakalan datang ke rumahku. Beneran gak nyangka.

Drttt Drtt Drtt…

Buru-buru aku angkat telpon genggamku itu. “Udah nyampek mana?”
….
“Belok aja, depan supermarket pas.”
….
“Ya udah aku tunggu.”

Clikk

Ku rasa dia binggung dengan letak rumahku yang bisa dibilang agak rumit juga sih buat ditemuin. Ayah dan Ibuku memilih rumah ini, dikarenakan beliau tidak terlalu menyukai kebisingan. Ayah, beliau bekerja sebagai pengusaha makanan yang sudah mendirikan sebuah warung di depan SMPku dulu. Ibu, beliau mengurusi rumah dan seringkali menerima pesanan kue. Walaupun kami hidup sederhana, akan tetapi aku sangat bahagia. Apalagi aku juga mempunyai satu adik perempuan yang masih duduk di bangku SMP. Namanya Raissa. Kami berdua sama-sama dipanggil ‘Sa’ oleh ayah dan ibu.

“Permisi..” Teriak seseorang dari luar. Langsung saja ku bukakan pintu rumahku. Yap dia sudah datang. “Masuk..”

Setelah hampir 2 jam kami berdua mengerjakan KTI. Eh, lebih tepatnya hanya menulis Pendahuluan dan Isinya saja. Dia buru-buru pamit, entah kenapa.

“Sorry ya Sa. Entar bagian penutupnya biar gue yang ngerjain.”
“Iya gak papa kok. Entar kalo udah serahin aja ke gue. Biar gue yang susun.”
“Okey Lisa.”

0.0.0.0.0

Hari ini lapangan SMA rame banget. Kata Sindy –anak kelas sebelah- bakal ada pertunjukan spektakuler. Tau deh liat aja dari pada benggong dikelas. Akhir-akhir ini Ziza lebih sering jalan bareng sama pacar barunya, Nathan. Dia anak kelas sebelah –Sekelas sama Sindy-. Aneh sih, Ziza itu orangnya super duper cerewet, eh si Nathan irit banget kalo ngomong. Kalo menurut logika, mungkin mereka saling melengkapi.

“Rame banget..” Lirihku.
“Hayo!! Lagi ngapain disini?” Aku menoleh ssebentar, ternyata si Ziza sedang asyik makan roti dan disampingnya ada siapa lagi kalo bukan pacar barunya. “Heh ngagetin orang aja lu!”
“Eh Sa, gue duluan ya.. mau ke taman.” Aku hanya mengangguk mantap. “Pasti mau pacaran ya…?” Bisikku ke telinga Ziza. Ku lihat Ziza hanya tersenyum malu dan pergi bersama Nathan.

Ku alihkan pandanganku kea rah lapangan basket yang sedari tadi rame. Beberapa menit kemudian muncullah seorang pria dengan membawa gitar ditengah lapangan.
Tunggu…!! Itu kan Adit, Cowok keren yang membuat jantungku hampir copot kalo ada di dekat dia. Iya, dia cowok yang duduk di bangku belakang Ziza dan cowok yang satu kelompok denganku. Terus? Ngapain dia panas-panas gini di tengah lapangan? Pakek bawa gitar pula.

“Adit nyanyi woyy!!” Teriak salah satu teman perempuanku yang memang dari awal aku sudah yakin kalo dia –perempuan tadi- memang kagum dengan Adit.

Sebuah alunan lagu mengalir di telingaku, seperti lagu Adera –Lebih Indah-

Saatku tenggelam dalam sendu
Waktupun enggan untuk berlalu
Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku
Entah untuk siapaun itu

Kulihat senyuman dan keseriusan di wajahnya. Walaupun ada kecemasan sedikit dalam hatiku. Kulihat perempuan-perempuan disampingku, semua berteriak histeris mendengar suaranya –Adit-

Semakin kulihat masa lalu
Semakin hatiku tak menentu
Tetapi satu sinar terangi jiwaku
Saat ku melihat senyummu

Adit mulai melangkahkan kakinya kearah seseorang. Ke arahku? Ya dia sekarang menuju ke arahku. ‘Degg’ aku merasa jantungku berdesir hebat. Tapi tunggu! Dia berbelok arah. Dan dia menghampiri… Rara…

Dan kau hadir merubah segalanya
Menjadi lebih indah
Kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kau lah yang terbaik untukku

Bunga? Dia memberikan bunga?

JDARRR!!

Aku sudah tidak sanggup lagi menahan air mata kecewaku.

Kini ku ingin hentikan waktu
Bila kau berada di dekatku
Bunga cinta bermekaran dalam jiwaku
Kan ku petik satu untukmu

Dan kau hadir merubah segalanya
Menjadi lebih indah
Kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kau lah yang terbaik untukku

Adit membawa Rara ketengah lapangan? Ada apa ini? Ingin rasanya aku pergi dari tempat ini. Tapi rasanya berat sekali. Kakiku sangat susah digerakkan.

Kupercayakan seluruh hatiku padamu
Kasihku satu janjiku kau yang terakhir bagiku..

Dan kau hadir merubah segalanya
Menjadi lebih indah
Kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Dan membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua denganmu selama-lamanya
Kau lah yang terbaik untukku

“Rara, Would you be My GirlFriend?”Teriak Adit sangat lantang. Kulihat Rara mengangguk mantap dan “Yes I would!”

JDARRR

Kulangkahkan kakiku pergi dari tempat laknat itu. Entah kenapa, kakiku mengarah ke perpustakaan. Mungkin jiwa kutubukuku sudah melekat. Kutarik nafasku lalu kuhapus bulir-bulir air mata yang jatuh dan menetes.

0.0.0.0.0

“Woee!! Jangan nglamun Sa, entar kesambet!” Refleks aku menutup kupingku dengan telapak tangan. “Bisa budek gue Za.”

“Gimana hubungan elo sama Nathan?” Kulihat wajah kesedihan diwajah Ziza. “Putus Sa. Percumalah kitakan beda keyakinan.” Ucapnya.
“Bokap gue gak setuju. Nyokap dia juga.” Pelahan-lahan kulihat Kristal di mata Ziza pecah. “Lo tahu kan kalo Nathan cinta pertama gue?”
“Iya, udahlah yang sabar. Kita kan udah 20 tahun, mungkin bokap lo gak mau kalo elo terus terperangkap di cinta itu. Dia mau yang terbaik buat lo.” Ku belai rambut pendek Ziza. Nampak Ziza mengelap air matanya itu dengan tissue yang baru saja diambilnya.
“Iya. Mungkin bokap gue gak mau kalo gue menderita pada akhirnya.”
“Itu lo tau Za..”
“Yahh gue mau move on dari Nathan dan cari yang lain. Kaya elo..” Aku melotot. Apa maksud Ziza. “Elah ga usah malu, gimana? Mas Nugro udah lulus belum?” Tanyanya lagi.

Nugro, dia adalah mahasiswa semester akhir di Fakultas kedokteran yang menyambi dengan menjadi guru mengaji di mushala dekat rumahnya. Ayahku dan Ayah Mas Nugro sudah bersahabat sejak SMA. Beliau berdua sepakat menjodohkan kami. Awalnya aku kecewa dengan Ayah, seenaknya saja menjodoh-jodohkan anaknya. Tetapi dengan seiringnya waktu, aku sadar Mas Nugro memang yang terbaik. Bukan saja masa depanku di dunia, tapi juga di akhirat. Walaupun sebenarnya aku masih tidak terlalu mencintai Mas Nugro dan masih menyisihkan sebagian hatiku untuk Adit, Mas Nugro selalu menungguku untuk bisa mencintainya.

“Buang saja secuil cinta elo dimasa lalu buat Adit. Coba belajar mencintai Mas Nugro. Gue yakin dia pria baik-baik.” Ucap Ziza. “Gue bakal coba Za.” Ucapku Mantap







T.A.M.A.T