Akhirnya ngepost
jugaaakkk..
HAPPY READING!!!
Lembar demi lembar sebuah novel tenlit aku baca. Disinilah
aku, di sebuah taman Fakultas Ekonomi yang sangat sejuk dan luas. Entah
mengapa, dari SMP aku sangat tertarik membaca novel tenlit dibandingkan novel
terjemahan atau yang lainnya. Mungkin novel tenlit disajikan dengan bahasa
remaja dan penyelesaian masalah yang tidak terlalu berbelit belit. Dirumah,
sudah ada sekitar 1 rak buku penuh berisi novel tenlit. Orang tuaku tidak
pernah complain atau marah-marah ketika aku mempunyai novel sebanyak itu.
Mereka menganggapnya wajar, karena aku tetap bisa mempertahankan nilaiku
walaupun hampir setiap minggunya aku beli novel baru.
Aku tutup novelku ketika samar-samar aku mendengar suara
memanggilku. Ku atur kembali letak kaca mata minusku yang lumayan tebal ini.
“Kenapa za?” Terlihat Ziza sedang kebingungan membawa setumpuk kertas, yang
menurutku lebih mirip kertas bekas. “Ih sebel. Masa iya aku suruh bawa-bawa
ginian sama dosen kutu kupret itu.” Tiba-tiba wajah Ziza memerah,entah menahan
malu atau marah. Aku terkekeh pelan melihat perubahan mimic wajah Ziza. “Trus
mau diapain za? Dijual?”
“Mana aku tau.” Ziza segera meletakkan setumpuk kertas itu
di bawah kursi yang kududuki tadi. “Baca novel tenlit lagi? Apa sih bagusnya?”
Sambung Ziza. Kembali aku menengok kea rah Ziza. “Bagusnya? Gue gak tau. Tapi
menurut gue ceritanya itu simple, tapi asyik Za.” Kudapati Ziza melenggos.
“Ampun deh Sa..! Serah lo.”
“Eh ya Sa, elo tau gak kalau itu si Adit dia putus sama
Rara..”
“Enggak, gak penting jugakan gue tau.”
“Ahh elo Sa!” Kesal Ziza dengan mengeluarkan jurus
terampuhnya yaitu mengerucutkan bibir seksinya agar aku kembali bersimpatik.
“Itu Cuma masa lalu Za.”
0.0.0.0.0
Tahun ini aku menginjakkan kaki dikelas baruku. Entah apa
yang dipikirkan guru-guru SMAku sehingga terjadi rolling murid. Sebenernya ada
untungnya juga rolling murid, aku bisa sekelas dengan sahabat SMPku dulu yaitu
Ziza. Dia gadis manis, cerewet dengan rambut sebahu. Tapi, ruginya juga ada.
Sekarang aku sekelas dengan murid yang bisa dibilang terkeren, ter-cool seSMA
ini. Aku mengakuinya kalo dia itu ganteng, keren dan cool. Cuma menurutku dia
terlalu ganjen dan suka cari perhatian. Walaupun tak kupungkiri aku juga jatuh
hati padanya. Namun apa mungkin gadis lugu,cupu dan bisa dibilang kuper kaya
aku bisa dekat dengan dia? Ah, kenalan saja belum tentu bisa.
“Woee Sa! Lisa!” Aku melenggos, kudapati Ziza sedang duduk
sendirian di bangku pojok kiri depan. Mungkin bangku disebelahnya sengaja
dikosongi untukku. Dengan semangat empat lima aku melangkah menuju Ziza. Tapi
‘Degg..’ Cowok itu duduk dibangku belakang Ziza? Astagaa.. bagaimana ini.
Kupejamkan mataku lalu menarik nafas dalam dalam, pelan pelan aku mulai
membuangnya dan membuka mata. Huh.. semoga tidak terjadi apa-apa.
0.0.0.0.0
Semenjak kejadian cowok –kemarin- duduk dibangku belakang
Ziza, aku merasa ada yang aneh dengan dirinya. Seringkali kudapati dia sedang
melirikku dengan tatapan yang sulit diartikan. Atau, mungkin aku yang gr kali
yah..
Kubuka novel terbaruku, yang kemarin sore baru kubeli
dengan Ziza di gramedia. Dilembar pertama, aku juga mendapatkan Tanda Tangan
Asli dari pengarangnya ‘Wow’. Kemarin memang peluncuran pertama novel ini dan
dengan susah payah aku merayu Ziza untuk mengantarkanku di gramedia.
Dia habis basket dan menuju ke arahku. Ralat, maksudnya
bangku di belakang Ziza alias bangku belakangku. Buru-buru ku alihkan
pandanganku kea rah novel baruku. Tidak mungkinkan kalau aku terus
memandanginya, bisa-bisa tengsin. Dari sudut ekor mataku aku mengangkapnya
sedang melihatku. Oh melihatku? Degg jantung ini bekerja lagi, malah lebih
cepat. Seandainya saja Ziza tidak ke kantin dan meninggalkanku sendiri dikelas,
pasti rasa gugupku bisa berkurang walaupun sedikit.
“Baca apa Sa?” Mataku melotot. Dia menyapaku? Eh, maksudku
dia bertanya padaku? Astagaaa.. “Eng.. gak kok. Baca novel aja.” Jawabku
sedikit gugup.
“Gak bosen apa baca novel mulu? Lain kali olahraga gitu
biar sehat.” Ucapnya lagi.
“Hahaha iya iya.. lagian ini juga udah olaraga. Olahraga
otak.” Entah apa yang baru saja ku ucapkan. Kata-kata itu keluar saja dari
mulut. “Ati-ati tuh mata, entar kaca mata lo tambah tebel.” Ucapnya lagi yang
kemudian meninggalkanku, tapi lebih tepatnya meninggalkan kelas. Sumpah baru
kali ini dia bertanya dulu kepadaku dan aku… menjawabnya. Bahagianya aku
tuhan..
Besoknya kelasku disibukkan lagi dengan tugas Karya
Tulis Ilmiah Bahasa Indonesia yang
selalu rumit. Disana –depan kelas- guruku, Bu Arum sedang menjelaskan bagaimana
membuat Karya Tulis Ilmiah yang baik dan
benar. Beliau sudah menentukan tema dari pembuatan KTI (Karya Tulis Ilmiah)
tersebut, yaitu tentang ‘Dampak Globalisasi Pada Remaja Indonesia’. Beliau
menyuruh kami berkelompok dengan anggota 1 kelompok 2 orang yang akan diacak
dengan lotere. Begitu aku mendapatkan kertas lotere itu, aku segera membukanya
dan aku mendapatkan nomor 5. Ah nomor 5, padahal aku ingin sekali mendapatkan
nomor 11 agar bisa satu kelomopok dengan Ziza. Dibelakangku ada yang menepuk
kanan bahuku, refleks aku menoleh. Ternyata dia yang menepuk bahuku. “Nomer 5
ya Sa?”
Aku mengangguk kecil dan dia tersenyum puas kearahku.
Saking binggungnya aku menaikkan salah satu alisku. “Gue juga dapet nomor 5.
Kita satu kelompok.” OMGGGGG rasanya ingin aku terbang ke langit. Hah? Aku satu
kelompok dengan dia? Ini bukan mimpikan?
“Kenapa Sa?” Dia bertanya lagi kepadaku.
“Enggak kok. Emm.. kerja kelompoknya kapan? Dimana?”
“Dirumahmu aja Sa? Bisa gak?”
“Emm.. Bisa Sih. Kapan?
“Besok lusa. Sore-sore gitu aja.”
“Oke. Eh, tapi kamu emang udah tau rumahku apa?”
“SMSin alamatnya aja. Kamu punya nomer hape ku gak?”
“Enggak.”
“Sini’in Hapemu.” Mulailah si cowok tadi mengetikkan 12
angka di Hape kesayanganku itu. Nggak nyangka banget, kalo dia yang nulis
sendiri nomor hapenya ke hapeku. Duhh rasanya pengin terbang kelangit.
“Nih udah, udah aku miscall juga ke hape ku kok.”
0.0.0.0.0
Sore ini dia bakalan datang ke rumahku. Beneran gak
nyangka.
Drttt
Drtt Drtt…
Buru-buru aku angkat telpon genggamku itu. “Udah nyampek
mana?”
….
“Belok aja, depan supermarket pas.”
….
“Ya udah aku tunggu.”
Clikk
Ku rasa dia binggung dengan letak rumahku yang bisa
dibilang agak rumit juga sih buat ditemuin. Ayah dan Ibuku memilih rumah ini,
dikarenakan beliau tidak terlalu menyukai kebisingan. Ayah, beliau bekerja
sebagai pengusaha makanan yang sudah mendirikan sebuah warung di depan SMPku
dulu. Ibu, beliau mengurusi rumah dan seringkali menerima pesanan kue. Walaupun
kami hidup sederhana, akan tetapi aku sangat bahagia. Apalagi aku juga
mempunyai satu adik perempuan yang masih duduk di bangku SMP. Namanya Raissa.
Kami berdua sama-sama dipanggil ‘Sa’ oleh ayah dan ibu.
“Permisi..” Teriak seseorang dari luar. Langsung saja ku
bukakan pintu rumahku. Yap dia sudah datang. “Masuk..”
Setelah hampir 2 jam kami berdua mengerjakan KTI. Eh,
lebih tepatnya hanya menulis Pendahuluan dan Isinya saja. Dia buru-buru pamit,
entah kenapa.
“Sorry ya Sa. Entar bagian penutupnya biar gue yang
ngerjain.”
“Iya gak papa kok. Entar kalo udah serahin aja ke gue.
Biar gue yang susun.”
“Okey Lisa.”
0.0.0.0.0
Hari ini lapangan SMA rame banget. Kata Sindy –anak kelas
sebelah- bakal ada pertunjukan spektakuler. Tau deh liat aja dari pada benggong
dikelas. Akhir-akhir ini Ziza lebih sering jalan bareng sama pacar barunya,
Nathan. Dia anak kelas sebelah –Sekelas sama Sindy-. Aneh sih, Ziza itu
orangnya super duper cerewet, eh si Nathan irit banget kalo ngomong. Kalo
menurut logika, mungkin mereka saling melengkapi.
“Rame banget..” Lirihku.
“Hayo!! Lagi ngapain disini?” Aku menoleh ssebentar,
ternyata si Ziza sedang asyik makan roti dan disampingnya ada siapa lagi kalo
bukan pacar barunya. “Heh ngagetin orang aja lu!”
“Eh Sa, gue duluan ya.. mau ke taman.” Aku hanya
mengangguk mantap. “Pasti mau pacaran ya…?” Bisikku ke telinga Ziza. Ku lihat
Ziza hanya tersenyum malu dan pergi bersama Nathan.
Ku alihkan pandanganku kea rah lapangan basket yang sedari
tadi rame. Beberapa menit kemudian muncullah seorang pria dengan membawa gitar
ditengah lapangan.
Tunggu…!! Itu kan Adit, Cowok keren yang membuat jantungku
hampir copot kalo ada di dekat dia. Iya, dia cowok yang duduk di bangku
belakang Ziza dan cowok yang satu kelompok denganku. Terus? Ngapain dia
panas-panas gini di tengah lapangan? Pakek bawa gitar pula.
“Adit nyanyi woyy!!” Teriak salah satu teman perempuanku
yang memang dari awal aku sudah yakin kalo dia –perempuan tadi- memang kagum
dengan Adit.
Sebuah alunan lagu mengalir di telingaku, seperti lagu Adera –Lebih Indah-
Saatku
tenggelam dalam sendu
Waktupun
enggan untuk berlalu
Ku
berjanji tuk menutup pintu hatiku
Entah
untuk siapaun itu
Kulihat senyuman dan keseriusan di wajahnya. Walaupun ada
kecemasan sedikit dalam hatiku. Kulihat perempuan-perempuan disampingku, semua
berteriak histeris mendengar suaranya –Adit-
Semakin
kulihat masa lalu
Semakin
hatiku tak menentu
Tetapi
satu sinar terangi jiwaku
Saat
ku melihat senyummu
Adit mulai melangkahkan kakinya kearah seseorang. Ke
arahku? Ya dia sekarang menuju ke arahku. ‘Degg’ aku merasa jantungku berdesir
hebat. Tapi tunggu! Dia berbelok arah. Dan dia menghampiri… Rara…
Dan
kau hadir merubah segalanya
Menjadi
lebih indah
Kau
bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku
merasa sempurna
Dan
membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua
denganmu selama-lamanya
Kau
lah yang terbaik untukku
Bunga? Dia memberikan bunga?
JDARRR!!
Aku sudah tidak sanggup lagi menahan air mata kecewaku.
Kini
ku ingin hentikan waktu
Bila
kau berada di dekatku
Bunga
cinta bermekaran dalam jiwaku
Kan
ku petik satu untukmu
Dan
kau hadir merubah segalanya
Menjadi
lebih indah
Kau
bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku
merasa sempurna
Dan
membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua
denganmu selama-lamanya
Kau
lah yang terbaik untukku
Adit membawa Rara ketengah lapangan? Ada apa ini? Ingin
rasanya aku pergi dari tempat ini. Tapi rasanya berat sekali. Kakiku sangat
susah digerakkan.
Kupercayakan
seluruh hatiku padamu
Kasihku
satu janjiku kau yang terakhir bagiku..
Dan
kau hadir merubah segalanya
Menjadi
lebih indah
Kau
bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku
merasa sempurna
Dan
membuatku utuh tuk menjalani hidup
Berdua
denganmu selama-lamanya
Kau
lah yang terbaik untukku
“Rara, Would you be My GirlFriend?”Teriak Adit sangat
lantang. Kulihat Rara mengangguk mantap dan “Yes I would!”
JDARRR
Kulangkahkan kakiku pergi dari tempat laknat itu. Entah
kenapa, kakiku mengarah ke perpustakaan. Mungkin jiwa kutubukuku sudah melekat.
Kutarik nafasku lalu kuhapus bulir-bulir air mata yang jatuh dan menetes.
0.0.0.0.0
“Woee!! Jangan nglamun Sa, entar kesambet!” Refleks aku
menutup kupingku dengan telapak tangan. “Bisa budek gue Za.”
“Gimana hubungan elo sama Nathan?” Kulihat wajah kesedihan
diwajah Ziza. “Putus Sa. Percumalah kitakan beda keyakinan.” Ucapnya.
“Bokap gue gak setuju. Nyokap dia juga.” Pelahan-lahan
kulihat Kristal di mata Ziza pecah. “Lo tahu kan kalo Nathan cinta pertama gue?”
“Iya, udahlah yang sabar. Kita kan udah 20 tahun, mungkin
bokap lo gak mau kalo elo terus terperangkap di cinta itu. Dia mau yang terbaik
buat lo.” Ku belai rambut pendek Ziza. Nampak Ziza mengelap air matanya itu
dengan tissue yang baru saja diambilnya.
“Iya. Mungkin bokap gue gak mau kalo gue menderita pada
akhirnya.”
“Itu lo tau Za..”
“Yahh gue mau move on dari Nathan dan cari yang lain. Kaya
elo..” Aku melotot. Apa maksud Ziza. “Elah ga usah malu, gimana? Mas Nugro udah
lulus belum?” Tanyanya lagi.
Nugro, dia adalah mahasiswa semester akhir di Fakultas
kedokteran yang menyambi dengan menjadi guru mengaji di mushala dekat rumahnya.
Ayahku dan Ayah Mas Nugro sudah bersahabat sejak SMA. Beliau berdua sepakat
menjodohkan kami. Awalnya aku kecewa dengan Ayah, seenaknya saja
menjodoh-jodohkan anaknya. Tetapi dengan seiringnya waktu, aku sadar Mas Nugro
memang yang terbaik. Bukan saja masa depanku di dunia, tapi juga di akhirat.
Walaupun sebenarnya aku masih tidak terlalu mencintai Mas Nugro dan masih
menyisihkan sebagian hatiku untuk Adit, Mas Nugro selalu menungguku untuk bisa
mencintainya.
“Buang saja secuil cinta elo dimasa lalu buat Adit. Coba belajar
mencintai Mas Nugro. Gue yakin dia pria baik-baik.” Ucap Ziza. “Gue bakal coba
Za.” Ucapku Mantap
T.A.M.A.T